Selasa, 30 Desember 2008

17.32.00

Miror Miror....

"Miror miror, where did I left my heart?"

cermin itu tetap diam, tidak menyahut seperti di dongeng Putri Salju.

"Miror miror, where did i left my self?"

cermin itu tetap bening, nampak bayangan wajahnya yang kusust masai di permukaannya. Air mata masih membias di pelupuk, menyajikan bayang-bayang suram dan menyedihkan di bekas penglihatan. Sampai sekarang, ia tetap berdiri memandang cermin, entah menunggu cermin menjadi ajaib, atau karena lelah. yang jelas, ia masih tetap bersedih.

Dia, seorang gadis yang sedang galau. Bahkan tidak berubah saat bayangan lain muncul di cermin, bayangan seseorang yang gelap, tanpa mata, tanpa alis, tanpa hidung, tanpa wajah.

"Apa yang kamu risaukan?" tanya bayangan itu.

gadis itu hanya mengerjap sekali. "Aku merisaukan masa depanku!"

"Hiduplah pada batasan hari ini!" ujar bayangan dalam cermin.

Gadis itu menggeleng. air mata masih tetap meleleh di pipinya. "Dan membiarkan hari esok samar? Oh, kurasa itu bukan pilihan hidup yang baik. Sebuah pilihan hidup yang egois."

Bayangan dalam cermin hening sejenak, sampai kemudian, ia menjawab. "Masa depan yang aku tahu, Masa depan yang satu jam lagi? iya, kalau masih ada usia. Hidupku adalah hidup sampai detik ini. Makanan yang telah habis kumakan itu adalah milikku."

gadis itu terdiam, menyesapi kata-kata itu dalam. sebutir pemahaman yang selama ini ia tekankan pada dirinya, menyeruak dalam pikirannya, dan itu merusak argumen bayangan hitam. gadis itu menolak.

"Itu seperti menelusuri goa gelap dengan sebatang lilin. Dan kamu hanya terpaku pada lilin di tangan, bukan pada panjang goa yg harus kamu tempuh.

Bayangan menjawab. "Goanya berakhir dimana?"

Gadis itu melanjutkan. "Jika kamu hanya mengurus hari sekarang, maka kamu akan bahagia karena lilin masi di tangan, namun jika kamu berpikir panjang akan hari esok, maka kamu akan mulai khawatir semenjak lilin itu dinyalakan."

Sang Bayangan diam. Entah apa yang terjadi, ia terus membisu hingga sang gadis menyusut air matanya sendiri.

"Kenapa diam?" tanya gadis itu.

"Kamu sudah mengetahui jawabannya, semua pertanyaanmu sudah ada di kepalamu. Diri dan hatimu tertinggal di tempatnya, hanya kamu yang sedang tidak merasakannya saat ini. Jika kamu takut masa depan, maka hanya dirimu sendiri yang bisa menghadapinya, sama halnya saat kamu mempertanyakan dimana hati dan dirimu. Hanya kamu yang tahu, bahwa masa depanmu ada di bayangan yang akan kamu lihat di cermin ini, nanti setelah aku menghilang,"jawab bayangan di cermin.

Perlahan bayangan di cermin membayang. Samar-samar gambar hitam di permukaannya menghilang, semakin samar dan menghilang. Hingga akhirnya, cermin itu benar-benar kembali seperti semula.

Hanya bayangan gadis itu sendiri yang terlihat.
Dan itu menjawab semua pertanyaan.

Dimana kita mencari kebahagiaan?
Dimana kita menemukan kesedihan?
Dimana pula saat kita butuh bantuan dan pertolongan?
jawabannya hanyalah, dari diri kita sendiri. Hanya diri kita sendiri yang kita punya untuk menghadapi semua, hanya diri sendiri yang yakin bisa diandalkan, dan kadang itu sendiri sudah cukup.

Gadis itu akhirnya tersenyum, kembali

*Berkat obrolan menyenangkan dengan seorang ijazah SD

Sabtu, 27 Desember 2008

13.58.00

The Evil Twin, Horor Korea Yang Tidak Terlalu Horor

Semalam mampir di rumah teman, berhubung masih agak sore akhirnya memutuskan untuk nonton film.
banyak pilihan DVD, dan akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada film ini.


cover depannya seram sekali, namun teman saya meyakinkan bahwa film ini tidak seseram film horor Indonesia.
dan yap... akhirnya saya menonton.

The Evil Twin mengisahkan tentang hantu seorang gadis yang meninggal karena tenggelam di danau. Kejadian bermula saat gadis itu beserta saudara kembarnya terjatuh setelah memperebutkan gelang di danau, dan sang ibu, yang ternyata sejak awal pilih kasih hanya menyelamatkan salah satu, yaitu gadis yang memakai gelang.

Setelah sepuluh tahun berlalu, arwah gadis yang meninggal itu gentayangan dan memburu satu per satu teman-teman semasa kecil mereka. Ia juga membayangi kehidupan kakaknya, saudara kembarnya yang hilang ingatan sejak kejadian di danau.

Sejujurnya saya tidak terlalu mengerti alur ceritanya, mungkin karena perbedaan bahasa, dan juga translate dalam bahasa Malaysia yang kadang terdengar aneh, syukur sebelum nonton sudah dapat spoiler dari teman.

Sebagai film horor, film ini lumayan mengejutkan (karena pada dasarnya saya memang penakut), terutama adegan saat sang ibu menyisir rambut sang kakak dan saat ia membelah rambutnya, wajah lain muncul di baliknya. namun secara umum, kualitas horornya masih kalah jauh dengan horor Indonesia, baik dari segi make up hantu, special efek, musik dan juga kejutannya.

Dan oh, hantunya cantik sekali. walaupun dandannya sama dengan hantu Indonesia, baju putih dan rambut panjang, namun ia tidak memakai hiasan wajah,rambutnya juga lurus, ga seperti rambut kunti yang rada gimbal.
melihat hantu yang ini, memangnya siapa yang takut?



Tokoh utama prianya juga luar biasa ganteng. setelah tak search di net, ternyata namanya Jae hee. artis korea yang sempat saya lihat di salah satu dorama yang lupa ah judulnya.tapi dibandingkan dengan poto dibawah ini, rasanya dia yang di film The Evil Twin jauh lebih cakep, kekekek


dan secara umum, saya suka film ini karena temanya korea banget. sangat unik dan cantik, apalagi dengan setting pedesaan itu.
dan bagi yang ingin tahu review lebih lanjut, bisa dilihat di sini. saya kurang pintar merivew soalnya, hehehe

Rabu, 24 Desember 2008

13.41.00

Termanggu...

Pernah merasa dekat.
Ketika jalan sedang bercabang dua
dan rasa belum sepenuhnya terkenali.

Tak wajar tersia-siakan saat itu, begitu sekarang berpikir.
Karena ternyata,
dia kembali jauh sebelum sempat benar-benar dekat,
lalu benar-benar pergi saat hati baru tersadar,
bahwa ia memang selalu ada didalam sini.

Dan sekarang, yang tertinggal hanya...
termanggu....

Senin, 22 Desember 2008

10.06.00

Untuk Dua Puluh Tiga Tahun Ini....

Buat Ibu

Hari ini, memang bukan hari spesial untukmu, karena rutinitasmu tetap sama seperti kemarin. Memasak, mengurus ternak, mengurus rumah tangga, mengurus bermasyarakat. Tidak ada hal khusus, ataupun pengetahuan intelek akan hari ini, karena keseharianmu jauh lebih mulia daripada sekedar makna hari ini.

Ibu, bertahun-tahun waktu aku jauh, aku mohon maaf kalau aku tidak menjadi dekat denganmu. Kadang aku durhaka, hanya meminta namun tidak pernah memberi, ataupun tidak pernah membagi cerita. Hanya memberi cemberut saat datang.

Ibu, walaupun demikian, aku beruntung memilikimu. Wanita perkasa, tameng yang melindungiku dari takut, wadah yang mengalasiku saat butuh, ataupun pakaian yang menyelimutiku saat membutuhkan.

Semoga untuk kedepan, aku bisa lebih berbakti, walaupun sejak dua pulu tiga tahun ini belum pernah bisa untuk 'sekedar' berbakti.

Terimakasih, Ibu

Selamat hari Ibu

Sabtu, 20 Desember 2008

12.33.00

Bawang Merah dan Bawang Putih

untuk cecil yang kecepatan, selamat ulang tahun. Setiap orang punya kekurangan dan kelebihannya sendiri, dan bukan untuk diperbincangkan, namun semata-mata untuk membuatnya jadi indah. Miss u

Suatu hari di keranjang bumbu sebuah rumah, dua keluarga bawang sedang asyik menikmati matahari pagi yang menerobos masuk lewat jendela yang terbuka. Si Bawang Putih bertengger pongah di bagian atas, badannya yang besar dan dengan sedikit tangkai membuatnya selalu berada di atas karena akan menyesakan keranjang jika ditaruh di dasar. Sementara di bagian bawahnya, Bawang Merah terpojok di bagian dasar dengan kulitnya yang merah namun sudah keriput.

Bawang Putih paling senang mentertawakan bagian itu.

“Lihatlah diriku, seberapa lama aku hidup, kulitku akan selalu mengkilap dan licin. Siungku penuh, tidak mengkerut sepertimu saat dimakan usia,” ejeknya sambil tertawa.
Bawang Merah hanya tersenyum. Biasanya ia hanya mendumbel sebal dalam hati saat Bawang Putih mencemoohnya tiap hari dengan materi yang berbeda.


Namun kali ia tidak tahan. “Biarkanlah aku hidup dengan kekuranganku, kulit terkelupas, merah membara, kerisut dan membusuk. Namun setidaknya kalau tidak aku, nasi goreng tidak akan lezat!”

Mendengar hal itu, Bawang Merah tertawa. “Apa? Lezat? Tidak salah?” ia melanjutkan tertawa, sampai terpingkal-pingkal.

“Tidakah kamu pernah melihat kalau orang membuat nasi goreng tidak perlu memakai bawang merah? Yang mereka perlukan adalah aku, Bawang Putih, yang dicincang dan mengeluarkan aroma terenak sepanjang masa. Dan kau, Bawang Merah, hanya jadi penabur, bumbu tambahan yang tidak akan membuat yang memakan kehilangan selera jika kamu tidak ada.”

Bawang Merah diam sesaat, ouh, rupanya ia mengambil kelebihan yang kurang tepat.
“Terserah kamu saja, tapi Ibu-Ibu rumah tangga, lebih sering membeli aku daripada kamu! Lihatlah mereka di pasar, berkilo-kilo membeliku, sementara dirimu, paling banyak hanya satu kilo.”

Namun Bawang Putih makin terkekeh. “Kamu sungguh lugu dan bodoh. Mereka membelimu banyak-banyak karena ukuranmu yang kecil, sungguh boros saat dipakai memasak. Rasamu tidak pekat, jadi jika hanya diisi sedikit tidak akan membuat masakan lezat!” hardik Bawang Putih dengan sangarnya.

Bawang Merah kembali diam, merasa tertohok.

“Sadarlah, Bawang Merah. kamu tidak lebih berarti daripada aku. Aku banyak manfaatnya, bumbu dasar nasi goreng itu aku, siungku memiliki zat anti kanker yang baik untuk manusia, dan pernah kan kamu mendengar di Cina sana, orang-orang memakaiku untuk mengalahkan vampire?” Bawang Putih kembali terkekeh.

“Sadarlah kamu juga, bahwa ukuranmu yang besar itu juga memenuhi wadah? Merugikan manusia?” balas Bawang Merah perlahan.

Bukannya kalah, tawa Bawang Putih makin menjadi-jadi.

“Hey, cuma masalah keranjang, manusia bisa membuat banyak keranjang untuk menamung bumbu-bumbu lain. Mereka tidak akan merasa dirugikan, justru karena aku besar itu sangat menguntungkan mereka. Nyawaku banyak karena satu butir berisi banyak siung, dan itu membuat pengeluaran mereka semakin irit.”

Mendengarnya Bawang Merah hanya diam. Bawang Putih semakin senang karena ejekannya berhasil.

“Dan lagipula, kamu mempunyai gas menyengat yang menganggu. Manusia menangis saat mengirismu. Aku berani taruhan kalau mereka tidak akan memakaimu jika bisa menemukan butiran bawang lain yang lebih bersahabat. Tidak keriput, tidak kerisut, tidak berbau menyengat. Dan… kurasa juga sudah ada penggantimu, Bawang Bombay, jauh lebih besar, tidak terlalu mengeluarkan gas yang membuat perih dan… dia itu bawang impor. Aku lebih senang berkeluarga dengan dia,” Bawang Putih melirik Bawang Merah yang makin tersudut. “Bukan dengan bawang kecil menyedihkan sepertimu!”


Bawang Merah tetap diam, membiarkan Bawang Putih berbicara panjang lebar tentang Bawang Bombay itu.


Disaat yang bersamaan, pintu dapur terbuka. Penghuni rumah, seorang wanita cantik masuk bersama seorang lelaki tampan sambil membawa bungkusan. Mereka tertawa-tawa, saling bercanda, dan kedua bawang mendengar mereka akan memasak bersama.

“Sayang, kita masak apa?”

“Masak hati dengan bumbu cinta!” jawab sang wanita sambil meletakan bungkusan dan mengambil keranjang bumbunya.

Mereka kembali terkikik.

“Sayang, kupas bawangnya tolong!” pinta sang Wanita.

Lelaki tampan itu bergeser menghadap ke keranjang, memilih-milih bawang, namun menggeleng saat melihat betapa kecilnya si Bawang Merah. Ia mengambil bungkusan yang dibawa sang Wanita lalu mengeluarkan butir-butir bawang bombay yang besar dan ranum.
Bawang Putih tersenyum mengejek. “Nah, kamu lihat sendiri kan, lelaki itu lebih memilih Bawang Bombay daripada kamu!”

Bawang Merah hanya bisa terdiam, tersuruk di sudut.

Sang wanita menoleh, melihat pacarnya menggenggam bawang bombay.

“Aduh, Sayang, jangan bawang yang itu! kita tidak akan membutuhkan bawang yang besar itu untuk masakan kita, karena rasanya kurang kuat. Pakai Bawang Merah, yang kecil-kecil itu!”

Bawang Merah tersenyum mendengarnya. “Nah, dengarkan kamu, orang yang pintar memasak lebih memilihku daripada keluarga impor yang kamu dengungkan tadi. Sedangkan kamu sendiri, sama sekali tidak bisa memasak namun sudah berani menilai sesuatu. Lain kali, belajarlah memasak dahulu, baru kemudian menilai bumbu apa yang paling penting.”

Sang lelaki mengambil bawang merah, bersiap akan mengupas. “Bawang putihnya juga, Sayang?”

“Tidak! Kita tidak memakainya, aku tidak suka. Baunya ga enak!”

Sang lelaki mengangguk, mulai mengayunkan pisaunya ke arah kulit keriput sang Bawang Merah yang mengikik menang. Sayup-sayup, terdengar suara keresak saat kulit-kulit keriput itu diangkat, hingga akhirnya ada siung kecil yang merah merona dan indah.

“Eh, Bawang Putih, kurasa ada untungnya aku hanya punya satu nyawa,” teriak Bawang Merah dari tangan sang lelaki. “Aku lebih cepat ke surga daripada kamu, dan di surga aku tidak perlu mendengarkan ocehan orang tua seperti kamu. Selamat tinggal, berbahagialah dengan keluarga impormu si Bawang Bombay!”

Lalu sang wanita datang dan menuangkan bawang Bombay yang basah ke keranjang. Cairannya memercik, menetes di kulit Bawang Putih yang mengeryit.

“Hatcca hatcaaa haccaa Bawang Putih, saia Bawang Bombay hayaa…” teriak Bawang Bombay dengan semangat.

Dan untuk hari-hari selanjutnya, Bawang Putih makin mengkerut karena pusing mendengar suara Bawang Bombay yang nyaring sangat impor itu.

****

20 des 08

Jumat, 19 Desember 2008

10.50.00

Having Fun with Poker

Poker is general game for the gambler. Many people know this game as one of casino games. By using card as the playing mediator, poker has famous as one of casino game, both of casino online or casino on the real place.

Poker becomes more familiar now, because there are many websites that offer online free poker in the internet. Getting information about play poker online is also easily. When I try to search how to play poker in the search engine, I get thousand pages that write about.

Like other games such as blackjack or Roulette, these topics attract more visitors. The expert on this game write about the tutorial, tips or other advise to win. One of the biggest social website in the internet has provided the free media to play poker. Many people buy the chip for playing this game. But we already know, not all of the player will spend their money there. We know that poker is not always play for gamble. Many people play this game to learning how to play poker, so when their friend ask about the poker, they can explain. So the game is just to having fun not for make money or addicted like.

So we can’t judge if the poker player is a gambler. Poker is just a game, but the different of motivation makes the game become a gambler.

Rabu, 17 Desember 2008

14.41.00

Antara Datang dan Pergi itu...

Sesuatu itu akan datang ketika waktunya tepat, dan kadang waktu yang tepat bukan waktu yang baik bagi semua orang. Hal yang wajar, sesuatu yang tepat belum tentu baik, karena baik menurut persepsi orang adalah adanya kesempatan untuk memilih. Namun ketepatan itu kadang tidak memberikan kesempatan untuk itu.

Sesuatu pula akan pergi saat waktunya tepat, dan sekali lagi, tepat bukan berarti baik. Malah, kepergian seringkali lebih sadis dalam soal ketepatan waktu, tidak ada kata undur, sekalipun dalam keadaan gawat. Dan takdir, memperparah hal itu, hampir di setiap jengkal kehidupan manusia.

Datang dan pergi adalah hal lumrah dalam hidup. Bukan sesuatu yang harus dipersulit ataupun dilebih-lebihkan. Namun saat dua hal itu dipaksakan, saat itulah ia akan menjadi tidak wajar. Keadaan 'tidak wajar' ini, melahirkan berbagai akibat, yang kadang cenderung tak lebih dari sebuah sugesti pribadi, hanya perasaan yang lahir karena kekurangpuasan atas implikasi datang dan pergi itu sendiri.

Datang dan pergi, sebuah fenomena dalam hidup. Bukan kewajiban, namun unsur wajib dalam hidup.

Bingung?
silahkan bingung. Karena saya juga bingung.

Senin, 15 Desember 2008

12.40.00

No Mood For Today

Seharusnya ngerjain PR dari Memi
hari ini, tapi rasanya ini kepala ga nurut untuk nginget ke masa lalu, atau justru karena seumur-umur saya ga pernah jadi orang gokil ya?

WWhateverlah, moga Memi ga marah saya telat ngerjain PR (atau mungkin ga ngerjain), kekeke
tapi sebagai gantinya, saya bajak kalimat motivator Mario Teguh yang semalam saya tonton acaranya

"Saat anda mencintai seseorang, bangunlah rumah anda di hatinya"


Tetapi bagaimana kalau orang yang kita cintai itu begitu tertutup, hingga jangankan bikin rumah, untuk membuka pintunya saja susahnya minta ampun.


Sure, there is no mood for anything today.

Sabtu, 13 Desember 2008

09.14.00

Semangat Hidup Dari Tunas Daun Hijau

Artikel ini diambil dari Koran Sinar Harapan Online. mengisahkan tentang Seorang perempuan Jepang yang selamat dari peristiwa bom atom Hiroshima 60 tahun yang bangkit dari depresi setelah melihat tunas-tunas daun baru dari sebuah ranting pohon Payung Cina yang mengalami nasib sama dengannya.

Menyikapi maraknya kasus bunuh diri di Indonesia belakangan ini, artikel tersebut seharusnya mengilhami orang-orang yang kehabisan semangat hidup (termasuk saya mungkin suatu saat nanti kekeke). Bagaimana tidak, seorang Suzuko Numata yang telah kehilangan banyak hal, termasuk kedua kaki saja masih bisa tersentuh oleh pucuk daun hijau itu, hingga akhirnya ia mendapatkan semangat hidup dan mempunyai keinginan untuk menyebarkan perdamaian ke seluruh dunia.

Mungkin memang beda kasus dengan di Indonesia, seperti dilansir oleh Bandung detik.com, kebanyakan kasus bunuh diri di Indonesia disebabkan oleh faktor Anomik, yaitu kebingungan. Namun intinya tetap sama, dari kebingungan itu akan menyebabkan depresi tingkat tinggi,dan seperti kasus Suzuko Numata, depresi juga menyebabkan ia beberapa kali ingin membunuh diri.

Pertanyaannya sekarang, bisakan orang Indonesia yang sedang depresi itu tersentuh oleh hanya pucuk daun hijau?
Jawabannya sepertinya meragukan, lihat jumlah pohon di Indonesia, tentu jauh lebih banyak daripada pohon di Jepang, tapi tetap saja banyak orang Indonesia yang bunuh diri.

Atau malah sekarang urusan itu kembali pada pribadi orang yang bersangkutan?

Kamis, 11 Desember 2008

14.14.00

Kontoversi PKL : Antara Keindahan Kota dan Himpitan Ekonomi

Ini topik debat di TV One semalam. Yang biasanya saya malas menonton karena terkesan peperangan, tapi setelah dibetah-betahin, ternyata punya sisi yang menarik.

Saya hanya menonton sesi pertama, debat antara koordinator Urban Poor Consortive (UPC)dengan Kepala Dinas Tata Kota DKI Jakarta, walaupun saya sama sekali tidak tahu bagaimana wajah PKL di Jakarta, tetapi berita-berita penggusuran dan penyitaan di televisi membuat saya tertarik.

Koordinator UPC mempermasalahkan penggusuran PKL, yang dinilai lebih menekan hak hidup rakyat kecil. Penggusuran dilakukan dimana-mana, relokasi wilayah PKL ke area-area yang tidak hoki ataupun penggusuran yang dilakukan dengan kekerasan termasuk perampasan georbak-gerobak ataupun barang dagangan mereka.

Saya salut dengan kordinator UPC, seorang wanita yang saya lupa namanya. Beliau berbicara dengan begitu tenang, perlahan, tetapi tajam dan menohok. termasuk saat menangapi pernyataan panelis TV One yang menanyakan kenapa PKL tersebut malah urbanisasi ke Jakarta. jawabannya membuat saya geli, "kalau di desa mereka sejahtera, tidak mungkin mereka akan datang ke jakarta."

Intinya dari yang saya tangkap, pihak UPC hanya meminta Pemda melakukan penataan terhadap PKL, dengan mengambil contoh kawasan Malioboro Yogyakarta yang walaupun berdagang di trotoar tetap tidak menganggu karena penataannya dilakukan dengan baik.
Pada saat itu sih Kepala Dinas Tata Kota menyanggupi, dengan mengatakan akan menyampaikan hal itu pihak yang berwenang, namun sekali lagi koordinator UPC menyentil dengan mengatakan "Semoga pernyataan bapak bukan hanya untuk konsumsi televisi!"

Ada hal menarik lain dalam debat ini. Hampir sepanjang sesi pertama, koordinator UPC menekankan permasalahan pada Satpol PP, dimana satuan polisi khusus itu cenderung melakukan kekerasan saat melakukan penataan. dan memang seperti yang ditayangkan di televisi, rata-rata Satpol PP dalam melakukan penataan, entah itu PKL ataupun rumah kumuh, cenderung disertai dengan kekerasan.
Jadi mungkin wajar jika pihak PKL meminta agar Satpol PP ditarik saja, atau mungkin benar seperti yang diungkapkan UPC sembari bercanda,

"Satpol PP disuruh bersihin got saja, bukan untuk gusur PKL"

Hmm... mungkin Jakarta akan bebas banjir kali kalau Satpol PP rajin bersihin got, seperti rajin menggususr PKL. hehee
.

Rabu, 10 Desember 2008

09.08.00

Warung Kejujuran

Adalah warung dimana tidak ada kasir yang menjaga, setiap orang yang membeli diuji kejujurannya apakah membayar tepat, lebih, kurang, atau malah lupa membayar.

Semalam saya menonton berita di Metro TV, ada sebuah berita yang menarik perhatian saya. Telah dibuka warung kejujuran di Kantor KPK serta di sebuah SMP di wilayah Padang Sumatera Barat sana.

Menurut logika, harusnya sarang yang paling bersih dari korupsi di negeri kita adalah kantor KPK, namun nyatanya, setelah beberapa lama warung itu malah merugi terus. Hingga saat berita tersebut disiarkan, warung itu sudah kehabisan dagangannya, semua rak kosong, kulkas tak berisi.
Tetapi keadaan berbalik di SMP di Padang, warung kejujuran yang dibuka itu memperoleh untung yang bahkan, dalam waktu dua tahun sudah bisa dipakai membeli sebuah mobil untuk operasional sekolah.

Nah lo, kenapa bisa begitu. Apa ini mencerminkan bahwa sekarang yang tua kurang bisa menjadi jujur, hanya membayar minuman ribuan perak aja bisa lupa, bagaimana untuk mengusut aliran dana BLBI yang uangnya sampai milyaran rupiah. yakin itu kagak ada yang ditilep :P

Sabtu, 06 Desember 2008

08.30.00

Ke Malaysia dan Singapura Gratis? Ikut...

Semalam, karena sedang tidak enak badan dan meringkuk sejak jam tujuh sore di tempat tidur, sekitar jam setengah sepuluh terbangun oleh dering telpon. Ah, saya lupa mematikannya. Yang menelpon ternyata seorang sahabat jauh, yang memang sudah relatif jarang bertegur sapa karena kesibukannya.

Namanya Kiki, anak pertanian yang nyasar jadi wartawan Jawa Pos di Surabaya sana. Dengan sinyal yang agak menganggu akibat sawah beton tempat ia bekerja, ia bercerita bahwa akan pergi ke Singapura pada tanggal 10 Desember nanti. Bagian Pariwisata Singapura sana, yang entah apa namanya tengah mempromosikan wilayahnya dengan mengundang wartawan dari Indonesia untuk menyaksikan langsung daerah wisata di sana, dan teman saya beserta seorang rekannya dari Surabaya mendapat kesempatan emas itu.

Jalur perjalanannya berawal dari Singapura, liputan selama dua hari. Lalu naik kapal pesiar gratis selama beberapa saat yang ini yang paling keren, kapan lagi orang indonesia dengan perekonimian menengah bisa naik kapal pesiar? wkwwkk), untuk kemudian berlabuh di Malaysia. Di negeri itu, Kiki akan berwisata sekaligus bekerja selama dua hari.

Hmm... saya yang mendengarnya saja sudah girang bukan kepalang, masalahnya kesempatan begini tidak akan datang dua kali. Bersyukur pula Kiki sudah punya paspor,karena sebenarnya yang hendak diberangkatan adalah rekan seangkatannya yang lain, namun berhubung rekannya itu tidak punya paspor, Kiki lah yang berangkat.

Duh, padahal saya ingin ikut. Ingin lihat Merlion, Menara di Malaysia juga kota taman Singapura yang dengar-dengar besarnya tidak lebih dari Pulau Bali.
tapi apa daya, duit kagak nyampe. wkwkwk. tapi tak apalah, tidak bisa ikut, nitip cowok cakep juga boleh. wkwkwkkw

Kamis, 04 Desember 2008

13.26.00

Antara Otak dan Hati

Hari telah mencapai petang kala itu, saat terjadi perdebatan sengit antara dua buah organ di dalam tubuh manusia. Sang Hati dan Sang Otak, entah kenapa keduanya seringkali berselisih paham akan suatu hal, yang selalu diakhiri dengan kemenangan sekaligus menangisnya Sang Hati.

"Ingat, bagaimana perlakuannya pada kita, buat apa kita mengucapkan hal itu padanya?" sergah Sang Otak.

Sang Hati menggeleng, dengan sayu menjawab. "Tidak begitu! Memang kamu menganggap perlakuannya selama ini begitu asing bagi kita, tapi kita tidak tahu apa yang sebenarnya ada dalam hatinya."

Sang Otak marah. "Tidak cukupkah penderitaan kita selama ini? siang dan malam terbayang-bayang, tidak enak tidur, tidak enak makan, hanya suasana muram yang entah mengapa!"

"Tapi aku ingin, Titik!"

Sang Otak mendengus, dan akhirnya begitulah setiap saat. Hati selalu menang, ini pula pangkal mengapa ada pepatah yang mengatakan bahwa cinta tidak mengenal logika, tidak mengenal otak.

"Terserah!" tegas Sang Otak. "Tetapi aku tidak mau menanggung akibatnya!"


Akhirnya maksud Sang Hati yang dilaksanakan, mengirim sajak hari lahir pada dua organ di tubuh seberang, yang jauh dari Sang Otak namun terasa dekat oleh Sang Hati.
wish u all the best


Mereka menunggu, antara ingin dan menolak, Sang Hati dan Otak kembali berselisih paham.

"jangan ditunggu!" ingat Sang Otak.
"Iya, tapi aku berharap dia membalas!" jawab Sang Hati.
"Itu sama saja dengan bohong, jangan ditunggu!"
"Tidak!"
"Jangan!"
"Tidak!"

Akhirnya, balasannya datang, seuntai sajak terimakasih, sedikit panjang dengan penjelasan segala macam.

"Lihatlah, dia tidak melupakan kita!" jerit Sang Hati senang. Sekali lagi membaca untaian itu, tanpa berkedip.

Sang Otak hanya diam, menyaksikan. Sesekali ia ingin mengingatkan Sang Hati, agar jangan terlalu menganggap balasan itu sebagai sesuatu yang serius, karena bagaimanapun Sang Hati begitu sensitif dan bisa saja kembali tergoda untuk menyimpan bayang itu dalam relungnya. Lama Sang Otak memikirkannya, hingga akhirnya ia menyadari sesuatu.

Sang Otak menangis.

"Kenapa menangis?" tanya Sang hati yang masih bahagia.

Sang Otak menjawab. "Aku menangis, karena baru menyadari betapa besar arti dia bagimu, bagi kita dan bagi tubuh ini. Hanya balasan sedikit ini saja kamu sudah begitu bahagia, apalagi jika lebih. Membuatku makin takut, kalau kita memang benar tidak bisa lepas darinya."

Sang hati termenung, diam. Menyadari bahwa, semua itu benar.
Semua itu benar. dan masalahnya, dia adalah satu yang harus ditinggalkan kalau mau hidup tanpa sakit.
mereka terdiam, kembali menangis.




this is real

Selasa, 02 Desember 2008

09.17.00

Saat Si Obat Nyamuk Berbicara

Sahabatku,
sampai kapan aku harus menunggu di sudut meja ini? Menatapi dirimu dan dia bermesraan begitu? Kamu ingin mengujiku, ya? Atau mau mengejekku karena aku sedang sendiri? Haahaa… hari ini kamu berhasil, memang aku sedikit iri, nih. Tapi tunggu dulu, kurasa bukan hanya kamu yang ingin mengejekku, pacarmu juga sepertinya. Jadi sebentar, aku mau bicara pada pacarmu dulu

Kau, laki-laki yang bermesraan dengan sahabatku,
Hey, ingatlah keberadaanku disini. Sedari tadi aku menunggu kalian, melihat kalian tertawa-tawa bersama di sana. Aku bukan pameran, dan aku juga bukan penonton, walaupun iyah, aku memang obat nyamuk. Tetapi ingat, aku juga mengharapkan kekasihmu.

Hey, lelaki menyebalkan. Suatu saat, akan kubuat dirimu yang ada di posisiku, meradang menjadi penonton dengan sebal dan dongkol mau memuncak. Nanti aku yang akan merebut kekasihmu, mengajaknya ke suatu tempat yang tidak ada sangkut pautnya denganmu.

Lelaki, dengarlah. Aku sudah terlalu lama tidak bertemu dengan kekasihmu. Hampir sebulan, semenjak ia terakhir kali pindah dari kamar kost di sebelahku. Selama itu pula kamu memonopolinya, menemaninya setiap malam. Nah, karena itu, berhubung sekarang aku sedang sakau tong sampah, maka ijinkan aku menyabotase kemesraan kalian. Dan akan kulakukan sekarang juga!

Sahabatku,
Aku sudah cukup dengan pacarmu, maka kesinilah sebentar.
Kita lama tak bertemu, ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu. kamu tahu bukan, aku menyayangimu seperti aku menyayangi diriku sendiri, karena itu, banyak hal yang ingin aku bicarakan padamu, seperti banyak hal yang ingin aku renungkan sendiri.

Sahabatku, kemarilah! Tinggalkan sebentar pacarmu itu. Mari kita membagi cerita, bertukar tawa dan sedih. Ada banyak hal yang mungkin tidak bisa kamu bagi pada pacarmu, tapi kamu bisa dengan gamblang membaginya padaku. Mumpung masih ada banyak ruang kosong di hatiku, yang sekarang masih tersia-siakan oleh seseorang. Jadi aku bisa sepenuhnya mendengarkanmu.

Sahabatku, dengarkanlah aku. Malam kemarin, aku sedang merenung ketika tiba-tiba sebuah telpon masuk. Seorang teman lama yang terlupakan karena egoisitasnya. Dia langsung bertanya tanpa basa-basi, tentang apakah di tempatku menerima karyawan baru. Oh, kamu tahu apa yang aku katakana untuk menjawabnya, aku langsung mengatakan TIDAK!

Oh, aku benci pada seseorang yang seperti itu. Dia, hanya mengaku sebagai teman saat dia butuh, sama seperti dulu-dulu. Sejenak aku merindukan sosok sepertimu, namun aku tidak enak kalau harus langsung menutup telpon. Aku layani ia mengobrol, dengan sedikit basa-basi basi. Sampai akhirnya mungkin ia sadar, dan menutup telpon dengan pesan “kalau ada info, kasih tahu aku ya!” Ih, menyebalkan! Maka aku langsung melupakannya, melupakan teman yang lama dan terlupakan itu. Aku lebih menyukai orang sepertimu.

Sahabatku, kamu tahu apa yang membuat kita dekat? Kurasa aku tahu, kita saling memberi, memberi waktu dan ruang, memberi kesempatan dan feedback yang baik untuk masing-masing. Setelahnya kita saling menerima, dihargai dan kadang-kadang, menerima saran-saran.

Kala aku sedang gundah, entah kenapa dirimu selalu menjadi setitik embun. Aku suka embun, karena itu aku menyebutmu embun. Engkau selalu tahu apa yang aku butuhkan dalam gundah, sebuah dorongan, sebuah pembelaan, terserah apakah aku memang benar atau salah. Kamu selalu bisa memberikannya, dan lalu mengkoreksinya ketika perasaanku sudah membaik. Jadi, bercerita kepadamu, itu sama artinya dengan mengadu tanpa sedikitpun diadili.

Kamu ingat saat seseorang memakiku? Aku bersyukur karena kamu ada disampingku. Kamu bersedia menambah dosa hanya karena tidak tahan melihatku dicaci, kamu memakinya balik, melemparkan sesuatu yang seperti kutukan hingga akhirnya orang itu melarikan diri dengan segudang kemarahan. Setelahnya, kita berdua tertawa, lega sekaligus tak habis pikir, kenapa ada orang seperti itu.
Dan sewaktu kamu pindahan, sesaat setelah kembali pulang dan menemukan kamarmu diisi orang lain,

Sahabatku, aku selalu tidak sabar menunggu kedatanganmu. Aku berusaha memberi waktu lowong untukmu, menyediakannya dan akhirnya mengisinya dengan obrolan panjang sampai lewat tengah malam. Haha… aku ingat terakhir kali kamu menginap, kita bahkan sampai membuat aturan, siapa yang berbicara setelahnya akan kena cubit. Yah, walaupun awal-awalnya malah terjadi saling cubit karena masing-masing tetap bicara, cara itu manjur. Kita bisa tidur dan terbangun pagi-pagi karena kamu harus bergegas mengejar jam kerja. Dan sejam setelahnya, smsmu kuterima, dengan ucapan terimakasih atas bagian ranjangku yang selalu lowong untukmu. Adakah yang lebih membahagiakanku selain itu?

Dengan segala kekuranganku, aku ingin menjadi seseorang berarti bagi orang walaupun hanya bisa sebatas pendengar. aku ingin membuatmu tersenyum, dalam keadaan senang atau susah. Aku ingin menjadi seseorang yang seperti itu, bagimu.

Nah, sahabatku, datanglah segera. Aku menunggumu, dengan sejuta kasih dan cerita. Kita berbagi seperti dulu lagi, dan setelahnya, kamu bisa kembali kepada kekasihmu.


Kamis, 27 November 2008

14.07.00

Nyawa Saya Tertinggal di Meja Customer Services BCA

Saya lesu. saya lemah. saya lemas

Dia cantik, teramat cantik.
dia manis, semanis madu di sarang tawon
dia pintar, teramat pintar
lidahnya tajam, setajam pisau raut
senyumnya terkembang
seperti kembang matahari memeluk bumi

tapi dia menusuk saya
tepat di relung
kesalahan saya

saya salah, iya saya salah
dan dia semakin menukik,
membuat saya makin terpejam
pada kesalahan saya

sekarang saya lemas
nyawa saya tertinggal
disana,
dimeja kepunyaannya

Selasa, 25 November 2008

15.21.00

As Usual

Even if I have closed, the page still opened.
One page, which you still be my friend, just my friend.
Not more, because you wouldn’t be.

A broken's book record
was added one as usual
Like before
With the far far away heart

Senin, 24 November 2008

12.18.00

Resensi Buku : Mandy, Misteri Wangi Bunga Magnolia

Judul : Mandy: Misteri wangi bunga Magnolia
Author : Kathryn Reiss
Penerbit : Kaifa
Tahun : 2005

Sebenarnya ini novel lama, yang saya dapat dari pinjaman. tetapi, ada segi khusus dalam novel ini yang membuat saya tertarik.

Kejadian berawal dari pindahnya keluarga Browne ke sebuah wilayah terpencil yang bernama Garnet, Massachusetts. Keanehan dimulai ketika Miranda menemukan sebuah rumah boneka antic yang merupakan duplikat rumah barunya. Lewat jendela-jendela kecil rumah boneka itu, ia bisa melihat kilasan peristiwa masa lalu yang terjadi di rumahnya.

Janji genre fantasy dan mistery di bagian belakangnya, ditambah hasutan dari seorang teman, membuat saya memaksakan diri untuk membaca novel ini di sela-sela kesibukan. Bab-bab awal memang sedikit membosankan karena nuansanya klise dan umum, namun ketika memasuki bagian romah boneka, cerita ini menjadi menarik.

Walaupun kurang begitu jelas mengenai penggambaran tentang proses penemuan sihir dari rumah boneka itu, namun ide yang sederhana ini patut diacungi jempol. Sama sekali tidak terpikir, bahwa kita bisa melihat sebuah adegan dari jendela rumah boneka, seperti halnya kita melihat melongok ke jendela dapur kita sendiri.
Sampai akhir cerita, memang ada kekuranglogisan dan karakter yang terlalu pintar sampai-sampai saya tidak mengerti bagaimana cara pikir si tokoh utama untuk memecahkan misteri rumah boneka itu. Ditambah sedikit pertanyaan yang muncul setelah selesai membaca.

Ketika Miranda, sang tokoh utama mengadakan sebuah penyelamatan terhadap Dorothy, salah seorang tokoh masa lalu yang pada masa sekarang, mayatnya diketemukan menjadi mumi di lantai loteng, dengan menaruh kunci loteng di lantai rumah boneka sehingga gadis kecil itu bisa keluar dari loteng sebelum terperangkap, hal itu menjadi kurang logis mengingat penulis sama sekali tidak menyertai sebuah penjelasan, bagaimana rumah boneka bisa menjadi mesin waktu untuk mentransfer kunci tersebut pada Dorothy.


Selain itu, ada hal fatal yang mungkin kurang diceritakan lebih mendalam. Jika sejarah dirubah, sudah tentu akan menimbulkan perubahan besar dalam masa kini. Dan dalam novel hanya disebutkan bahwa perubahan yang terjadi hanyalah pada ketiadaan kekuatan jahat yang mempengaruhi Ibu Miranda juga ingatan tentang mayat mumi yang diketemukan di loteng, jika Dorothy masih hidup, semestinya rumah itu tidak akan bisa jatuh ke keluarga Kremer yang mewarisinya dari ayah Dorothy, karena rumah itu pasti diwariskan pada anaknya, yaitu Dorothy. Dan jika begitu, maka keluarga Browne belum tentu bisa memiliki rumah itu.

Terlepas dari kekuranglogisan itu, namun unsur thriller membuat pembaca ketagihan. Keingintahuan Miranda dan Daniel untuk mengungkap misteri rumah boneka dan wangi bunga magnolia yang menghantui rumah. Penulis dengan pintar memberi petunjuk-petunjuk yang sekilas hanya sekedar catatan sejarah, namun ternyata setelah digabungkan dengan adegan yang dilihat Miranda di rumah boneka menjadi petunjuk vital untuk memecahkan misteri.

Penggambaran tentang kota Garnet juga menyenangkan, mengingatkan saya pada daerah-daerah pertanian di wilayah Skotlandia, dengan hutan-hutan pinus dan rumah-rumah di atas bukit.

Juga tentang catatan sejarah yang lengkap, yang menunjang kelogisan cerita secara umum. Dan akhirnya, rasanya novel ini memang benar.. bagus.





Sabtu, 22 November 2008

08.46.00

Punya Penyakit Apakah Saya?

Aneh, pola tidur yang aneh.
setelah mengamati beberapa waktu, akhirnya saya yakin bahwa pola tidur saya aneh.

Begini polanya.
kadang dalam satu jangka waktu itu, tidur saya cepat. terserah ada musik, ada suara teve nyala atau apapun, setelah baringin diri di kasur, maka tak lama setelahnya pasti langsung terlelap. terserah pula paginya minum kopi atau teh, tetep saja lelap. nah, kalau sudah begini paginya, waktu bangun saya pasti masih ngantuk. ampun deh...

pola kedua, setelah pola pertama selesai, maka pola tidur saya akan berubah drastis. saat ini saya mengalami insomnia, terserah jam berapa membaringkan diri, sebagaimana ngantuk dan capeknya, atau, terserah diri saya mengatur waktu tidur, ujung-ujungnya tetap susah tidur. seringkali baru bisa tidur melewati jam dua belasan, pernah sampai jam empat pagi dan itu sudah benar-benar frustasi.
saat pola begini, saya menghindarkan banyak suara, musik dimatikan, teve dimatikan, pikiran dijaga agar tidak kelayapan dan yang utama, mencegah meminum kopi ataupun teh pada pagi hari (entahlah, otakku sensitif banget sama kafein). tapi dari semua pertahanan itu, tetep saja intinya, kaga bisa tidur.

duh, kadang sebel kalau ngadapin pola kedua, dan sekarang, woaaaaa....... minggu ini saya sedang masa-masa itu.

Punya penyakit apakah saya ini? ada yang tahu?

Rabu, 19 November 2008

16.53.00

Kisah Tadi Malam

Saat saya melihatnya, kakinya masih sangat jauh dari air. Kasihan sih, tapi rasanya lebih baik membiarkan dia dengan keyakinannya. Jika itu menurutnya benar, bukan tidak mungkin memang itu yang akan terjadi.

Saya duduk lima meter di belakangnya, melihat punggungnya yang menghadap laut lepas, di kegelapan malam dan sapuan angin dingin. Mendengar musik, lalu jatuh dalam lamunan pribadi, cara efektif untuk mengusir sesuatu yang namanya kebosanan dalam menunggu.

“Mama, datang, Ma!”

Ia berbisik lagi, sedikit keras sampai terdengar. Saya menghela napas, merasa miris untuk ke sekian kalinya. Salah mungkin saya dulu mengajarkannya bahwa mencintai laut itu indah, walaupun sekarang ia mengartikannya dengan hal lain, Mamanya adalah laut karena abunya menjadi media terakhir sebelum ia lenyap.

Hingga sekarang ia masih menunggu hingga bibir ombak menyentuh kakinya, keyakinannya, bahwa jika begitu maka Mamanya juga pasti sedang merindukannya. Saya membiarkannya.

Sampai kemudian, saya merasakan kehadiran seseorang di sebelah kanan. Benar saja, seorang Bapak-bapak berjongkok di atas tulisan empat huruf saya. Saya mengernyit ngeri, apa tujuan Bapak ini menghampiri. Kembali terkejut pula, sebelah kiri jongkong pemuda lain, juga di belakang. Oh, tidak, mereka mengelilingi saya.

“Dik, itu temannya kenapa?” tanya Bapak itu.

Saya hanya nyengir. “Tidak apa-apa, hanya…”

“Nggak bunuh diri, kan, Mbak?!” sela pemuda di sebelah kiri, bahkan sebelum saya selesai menjawab.

“Semedi, ya?”

Kali ini yang di belakang, membuat saya lebih baik diam.

“Sepertinya dari tadi dia diam disitu,” ujar Bapak itu kembali.

Saya menggeleng. “Nggak, dia cuma sedang… hyah, biasalah!”

Tak ada padanan kata yang tepat untuk memberi alasan namun tanpa gembar-gembor, sahabat saya sedang merindukan Mamanya di depan sana, dan cukup hanya saya yang tahu. Toh juga, orang di samping kanan-kiri ini, atau yang di belakang, tidak akan bisa berbuat apa jika saja saya cerita. Jadi, buat apa panjang lebar bercerita.

Kerenyahan ombak pecah dan kembali ke laut, saya melihat sebuah gelombang cukup besar mendekat. Sedikit berharap juga, lelehan buihnya bisa mencapai kaki sahabat saya, setidaknya, saya ingin membuatnya merasa aman dan nyaman, walaupun keyakinanya belum tentu benar.

Oh, ternyata benar. Lelehan ombak bisa menyentuh kakinya, melewatinya hingga sampai sekitar stau meter di belakangnya. Saya tersenyum, akhirnya ia mendapatkan keinginanya.

Sahabat saya kemudian menunduk dan berjongkok, meraup air itu ke wajahnya.

“Ah, tasnya basah!” tunjuk pemuda sebelah kiri, membuat saya terpikir tentang barang elektroniknya yang mungkin saja kena imbas air.

Bukan materialistis, tapi realistis saja. Jika ponselnya kena air, mungkin bisa rusak dan itu artinya pengeluaran lagi. walaupun saya sama sekali tidak terlibat dengan pengeluarannya, tapi, saya tidak mau ia membuang uang untuk hal yang sebenarnya bisa ia jaga.

Saya bangkit, meninggalkan ketiga orang yang mungkin melongo.

Sahabat saya sudah hampir terduduk saat itu, tasnya terseret arus sampai batas tali selempangnya.

Saya memegang bahunya, lalu berusaha mengangkatnya, ternyata sulit karena ia menolak.

“Udah, cukup!” ujar saya tegas. “Udah kena air kan kakimu, sekarang kita pulang, aku kebelet pipis ini!”

Dia mau bangkit, akhirnya. Tasnya telah basah di bagian bawah saat saya raba. Sekali lagi ia terisak sedih, dan akhirnya mau saya seret ke pinggir.

Bapak-bapak dan orang-orang itu sudah menghilang entah kemana saat saya kembali. Terserahlah, toh ngeri juga dikerumuni tiga laki-laki tak dikenal itu.

“Pulang, yuk!” ajak saya.

Dia masih terisak, lalu menunduk di pasir. “Sebentar, aku mau buat karya seni dulu!” tolaknya, sambil menulis sesuatu di atas empat hurup tulisan saya.

Saya memandangnya tidak rela, ia membuat karya lain dengan merusak karya saya, dan oh, dia terus menulis. Panjang sekali, hampir sampai sepuluh meter kurang, menyentuh air dan saya bosan memandanginya karena yakin tidak bisa membaca.

“Oe, sudah, pulang, yuk!”

Akhirnya ia mau berhenti setelah air kembali menjilati kakinya. Dan hyah, kadang saya berpikir, jika saya menjadi dia, belum tentu saya berhasil seperti dia.

Jadi, selesai sudah kisah tadi malam.

di tengah kebosanan, 18 nop o8.
2.30 PM WITA



^ ^
08.57.00

Nonton James Bond, Bikin Ngantuk

Jangan tertipu judul!
berhubung saat menulis ini saya sedang ngantuk, maka saya ingin membagikan ke'ngantuk'an saya.

berawal dari batalnya nonton laskar pelangi (jangan kaget di Denpasar masih ada loh :P) akhirnya saya mengiyakan ajakan teman nonton seri terbaru dari james bond, judulnya apa ya, quantum of solace gitu.
nah, setelah setuju, saya kaget karena film yang dipesan itu jam sembilan malam. boo... bayangin pulang jam sebelas malam, duhh, berabe deh..

but, ndak enak batalin. ya sutralah, saya akhirnya ikut nonton. mumpung juga untuk ketemu seorang teman dari jerman (mau belajar bahasa inggris masalahnya heee).

jam setengah delapan sampai galeri 21, nunggu sampai jam sembilan dengan ngobrol sambil terkantuk-kantuk. saat teater dibuka, terhenyak (agak) mendapat tempat duduk nomer tiga dari depan. alhasil tuh, leher pasti sakit nanti karena mendongak kek ngeliatin jerapah. tapi...

hhmm....
dimulai dengan adegan menegangkan, kejar-kejaran mobil dengan seting entah mana, pokoknya ada jalan, pegunungan kapur, jurang dsb dengan sudut pengambilan gambar ekstrim hingga saya merasa saya sendiri yang akan tertabrak. Khas James Bond, banyak mobil hancur, jatuh atau meledak (sayang banget lihatnya, kalau nda dipake dikasi saya nape!),tembak-tembakan, hantaman mobil, orang mati (hmm.. rasanya film yang ini emang terkesan lebih sadis dari terdahulu).

setelah adegan itu, napas dikasi rehat sejenak, tak sampai lima menit, karena adegan tegang berikutnya. kejar-kejaran antara si james bond ama seorang pengawal yang berkhianat di lorong-lorong gelap, lalu ke arena pacuan kuda, pindah ke atap-atap rumah, hingga ke sebuah ruangan di dalam bangunan yang baru dibangun lengkap dengan segala peralatan dan kaca pecahnya.

Pokoknya, sepanjang film penonton tak hentinya disuguhi oleh adegan yang menghentak jantung dan mengundang pekikan. mungkin karena letak tempat duduk, setiap adegan saya memekik kaget. teman saya sebelah, yang notabene telah menonton mesem-mesem aja, mesem puas karena sebelumnya saya agak menganggap remeh ceritanya tentang ini film. haha... iye deh,

selain itu OSTnya keren banget. Terutama saat opening film setelah adegan kejar-kejaran yang pertama, dengan background gurun pasir, tari-tarian erotis yang hanya terlihat sebagai bayangan cewe-cewe seksi, juga gerakan-gerakan pasir-pasir yang sensual. hmm... pokoknya keren abis.

iyah, walaupun akhirnya saya pulang jam sebelas, sampe jam dua belas dengan memakai jas hujan karena hujan, ditambah terjatuh karena menginjak ujung jas yang kepanjangan itu hingga hampir membangunkan seisi rumah dengan klontengan helm dan derung motor, tapi tetep, seneng. apalagi, nomat boo.. cuma sepuluh ribu.

hyah, tapi sekarang, saya ngantuk booo
walaupun sudah ada secangkir kopi yang terpaksa saya minta ke OB untuk mengobati yawning-yawning sepanjang jam kerja ini.tapi hyah, sesuatu memang ada pengorbanannya.

huahemm.... sapa yang mau nemenin saya tidur ya... zzzzz



..

Senin, 17 November 2008

08.53.00

Mencari Ide itu....?

Apa-apa saja yang kamu lakukan untuk mencari ide?

saya mungkin punya cara teraneh, dan juga membahayakan. biasanya ide itu datang sendiri, rata-rata sih begitu. namun, kadang ide itu bisa langsung ngilang saat sudah mendekati kepala, gara-gara si otak penuh. Hahaha, yakin semua orang juga sering ngalamin begitu.

Hal pertama yang bikin saya dapat ide yaitu:
Dengerin curhat teman. hal ini efektif banget, disamping karena kita punya refrensi masalah dan konflik, kita juga bisa memposisikan diri seakan-akan kita sendiri yang menghadapinya. itu penting untuk memperkuat karakter dalam tokoh.

lalu, mengawasi gosip-gosip atau isi sekitar. pada jaman saya, setiap pulang kampung kadang ada berita baru yang diceritakan Ibu atau kakak ipar. berita ini biasanya seputar gosip dan berita heboh yang terjadi. kadang sih, saya tidak bisa langsung 'memakannya' mentah-mentah, yang penting sementara taruh di otak dulu, lagi-lagi untuk referensi.

seringkali mendapat ilham itu dari mimpi. Iyah, kadang sih mimpi itu aneh-aneh, tidak nyambung atau samar-samar. namun kadang yang saya manfaatkan adalah 'feel'nya. jika dalam kehidupan nyata saya tidak pernah di kejar-kejar orang misalnya, nah dalam mimpi saya bisa merasakan takut dan paniknya dikejar orang, apalagi jika ditambah kaki ga bisa jalan karena-karena tidur kita kakinya ketekuk.

pernah juga sekali dari ide karakter yang saya inginkan. saya ngotot ingin membuat karakter itu, lalu mulai merangkai alur lanjutan serta karakter-karakter pendukung yang kira-kira cocok dengan karakter tersebut.

Nah yang paling sering akibat dari kegemaran ngayal. mungkin karena sifat kali ya, saya suka ngayal dari umur belasan. dan disana, iya sih, tidak dapat ide, tapi lumayan untuk melatih imajinasi.

inti utama untuk dapat ide, mungkin kita harus menyisakan ruang kosong dalam otak. membiarkan imajinasi berlari-lari, menari, berjalan, menyeret-nyeret tokoh lain dan juga, tentunya menghadirkan sebuah adegan yang kadang layak untuk dijual. dalam kasus saya, parahnya hal itu baru dapat terjadi pada dua keadaan, yaitu pada saat berkendara dan sebelum tidur.

Rawan kecelakaan sih sebenarnya untuk keadaan pertama, tapi syukurnya sampai saat ini baik-baik saja (semoga tetap baik-baik saja kekeke). dan untuk keadaan kedua, itulah sebabnya saya sering kena insomnia dadakan, tidak bisa tidur sampai jam 3 pagi dan akhirnya mendengus-dengus frustasi sambil mukulin kepala karena ga mau berhenti berpikir. tapi yah... semua kan ada resikonya, wkwkwkwkw




^ ^

Sabtu, 15 November 2008

12.58.00

Bagimu menulis itu Seperti Nasi?

Judul yang aneh, saya rasa.
Tapi kita bisa menganalogikannya seperti itu.

beberapa waktu lalu saya sempat berbincang dengan seorang teman. Kami sama-sama suka menulis, dan saat itu kami sedang membahas soal tulisannya.

Tiba-tiba saya ingin tahu, seberapa besar arti menulis bagi hidupnya.
begini isi percakapannya

4:05:31 PM mocca_chi: menurutmu, menulis itu seperti apa bagimu?
4:05:44 PM mocca_chi: klo makanan, apa nasi, lauk, buah atau malah kerupuk?
4:05:49 PM ratih_vincent: hm?? jd mikir nih
4:06:00 PM ratih_vincent: nasi mungkin
4:06:19 PM ratih_vincent: skrg ak jd suka bgt nulis
4:06:26 PM ratih_vincent: kalau km?
4:07:24 PM mocca_chi: masi ragu ya?
4:07:27 PM mocca_chi: :))
4:07:30 PM mocca_chi: isi mungkinyya lagi
4:07:33 PM mocca_chi: hmm... nasi
4:07:36 PM mocca_chi: :P
4:07:51 PM ratih_vincent: hm...
4:08:16 PM ratih_vincent: dl kerupuk krn jrag n cm pas butuh aj
4:08:36 PM ratih_vincent: trus jd lauk n skrg jd nasi karn klu g nulis ak
bs bingung
4:11:15 PM ratih_vincent: mocha?
4:11:21 PM mocca_chi: iyee


Hmm.. percakapan yang sederhana, tapi saya merasakan maknanya dalam.
Menulis itu sudah seperti nasi, dan untuk menghindarkan diri dari menulis, itu sama artinya dengan menghindarkan nasi dari menu makanan. Susah minta ampun




^ ^

Kamis, 13 November 2008

14.02.00

Urbanisasi, Gaya Hidup?

Kehidupan

Dingin, brrr….

Baru balik dari kampung, semalam ada odalan di pura, pas purnama yang mendung. Akibatnya sekarang, kedinginan, ngantuk, lemes dan malas ngapa-ngapain. Tapi hyah, entah mengapa rasanya sedikit lega.

Pulang kampung, biasanya sih cuman saat sabtu. Pulang kerja, sore langsung pulang. Menghabiskan waktu di rumah sampai minggu sore dan menjelang malam balik lagi ke Denpasar. Dua minggu sekali, dua kali sebulan.

Belakangan saya berpikir, dengan ritme hidup begini, rumah jadi terasa hanya singgahan. Kehidupan yang sebenarnya adalah di kost, bekerja, mengejar mimpi, bergaul dengan teman, menangis, marah, sedih dan juga kelaparan. Kebanyakan para pendatang yang mengadu nasib di Denpasar begitu, makanya jangan heran kalau pas hari raya besar, kota yang ramai itu berubah, sepi, drastic.

Fenomena ini, menyebabkan saya berpikir. Seperti juga salah seorang sepupu saya, urbanisasi ke kota bisa membuat kehidupan menjadi lebih berwarna. Ketimbang di rumah (rumah saya desa soalnya), kehidupan disini jauh lebih berwarna. Ya iyalah, namanya juga kota gitu loh. Namun jauh lebih berarti dibanding berwarni dalam arti sebenarnya, ada lebih banyak hal yang bisa diraih.

Jika kehidupan di desa hanya berliku pada soal bangun pagi, masak, makan, jadi baby sitter sampai sore, masak lagi, makan, lalu tidur (bahkan jam 8 malam sudah tidur). Hiburannya hanya teve dan si anak kecil sebelah yang lucu itu.
Oke, bayangkan, apa yang didapat dari kehidupan macam itu?

Nah, karena itu, saya rela meninggalkan sebuah pekerjaan yang denger-denger gajinya enak di seputaran Ubud sana, hanya untuk mencari sebuah kehidupan yang berwarna. Konsekuensi, pulang jarang, ketemu ponakan yang lucu itu jarang (tapi tetep diinget loh, karena pulang selalu bawa oleh-oleh), dan mungkin juga jadi merasa bahwa rumah itu menjadi sedikit asing dalam jiwa. Halah…


Jadi, jangan salahkan urbanisasi. Sepanjang pelakunya tahu apa yang harus dikerjakan di kota sana, daripada diam di rumah, dengan hidup monoton atau malah nanti dinikahkan muda-muda ( wakakka). Lagipula, hmm... Itu sarana untuk seseorang dalam mengapresiasikan hidup, mungkin sebuah gaya untuk meningkatkan kualitas diri.Dan juga, huahaa... menambah kecengan. upss



;;)

Selasa, 11 November 2008

13.24.00

Sebuah Hal Tentang Rasi Orion di Langit

“Eh, kenapa baru sekarang aku menyadari bahwa bintang-bintang sangat bagus jika dilihat dari sini?” gumam Rani, dengan sangat rileks mendongak sambil menggoyangkan kaki.

Wedha membuka mata, melihat bintang yang dimaksud. Sebuah gugusan bintang, dengan beberapa bintang besar terletak di garis yang menyilang dan membentuk hurup X.

“Itu namanya rasi bintang Orion, “jawab Wedha.

“Sok tahu kamu!” ejek Rani.

Wedha membalas. “Enak aja. Aku, kan, juga suka baca tentang astronomi!”

Rani melirik curiga. Entah terhadap apa, namun kemudian ia tertawa sendiri.

“Kenapa?”

Rani menggeleng. “Tidak apa-apa. Hanya saja kamu itu begitu aneh, kadang terkesan misterius.”

Wedha melongo dibilang misterius. “Maksudnya?”

Sambil menggeleng enteng Rani menanggapi. “Kamu begitu penuh kejutan, entah apa saja isi otakmu itu!” kata Rani sambil menjitak kepala Wedha.
Wedha berusaha menghindarkan kepalanya, tapi tidak sungguh-sungguh.

“Eh, ya, Mbak. Mau kuceritakan sebuah mitologi tentang rasi bintang itu?”
Rani mengernyit, namun Wedha mengartikannya dengan kata ‘iya’. Maka remaja itu akhirnya bercerita.

“Ini kisah tentang perseteruan abadi antara dua makhluk, yang menyangkut pada bintang itu,” Wedha menunjuk rasi bintang Orion. “Menurut mitologi Yunani, ada seorang pemburu yang gagah perkasa bernama Orion. Ia seorang yang hebat, dan karena hebatnya membuat ia menjadi sombong. Nah, suatu waktu ia bepergian ke sebuah pulau yang bernama Pulau Kreta dan menghabiskan waktunya disana dengan berburu, ditemani oleh Dewi Artemis dan Leto.”

Rani tertawa dengan sebelah alis terangkat melihat gaya Wedha bercerita.
“Sang pemburu sangat percaya diri akan kemampuan berburunya dan yakin bahwa ia mampu mengalahkan dan membunuh segala macam makhluk buas yang ada di muka Bumi.”

“Segala macam makhluk buas? Dia bisa membunuhku?” ujar Rani bergurau.

Wedha tertawa sesaat, kemudian melanjutkan. “Hyah, namanya juga orang sombong. Nah, mendengar hal itu, Dewi Bumi, entah siapa namanya, kalau tidak salah Dewi Gaia. Iya, Dewi Gaiya pun marah dan sengaja melepaskan seekor kalajengking raksasa, namanya Scorpius, untuk mengalahkan Orion. Setelah perkelahian sengit, akhirnya Scorpius berhasil membunuh Orion dengan sengatan capitnya.”

“Lalu hal yang menarik di bagian mana?”

Wedha tersenyum. “Nah, sebagai pelajaran untuk manusia agar tidak berlaku sombong di atas muka Bumi, dan juga atas permintaan Artemis dan Leto, Dewa Zeus menempatkan dua makhluk ini di langit sebagai sebuah kenangan atas apa yang telah terjadi.”
Rani hanya bergumam sesaat. Wedhapun melanjutkan.

“Tetapi letak mereka berdua berjauhan, malah bersebrangan. Saat rasi Scorpius hendak muncul, rasi Orion pun perlahan mulai tenggelam di kaki langit seberangnya. Konon sengaja ditempatkan demikian untuk menghindari pertarungan lebih lanjut antara keduanya. Nah, karena itu, jadi selama langit itu ada, perseteruan itu akan tetap ada. Nah, karena langit abadi, jadi perselisihan itu juga abadi!”

Rani menggeleng dan mendengus enteng. Ia melambaikan tangan. “Sudahlah, jangan mendongeng macam-macam begitu. Itu membuatku berpikir kalau Lasbauga Ingai masih punya musuh yang abadi, seperti air sama api saja!”

Wedha hanya tertawa.

“Ini sudah malam. Lebih baik kamu tidur!” ujar Rani, ketika melihat Wedha menggeleng akhirnya ia melangkah meninggalkan gazebo.

Wedha memandanginya hingga menghilang, sekali menoleh ke rasi bintang di langit.

“Permusuhan yang abadi…” gumamnya, “Mungkin itu ide baik, seperti Orion dan Scorpio,” lanjutnya geli.

Ia lalu melangkah ke arah klinik, meninggalkan gelombang yang pecah



:p

About